DbClix
http://www.schnaapklicks.com/?ref=cacoel06

Jumat, 22 Oktober 2010

askep CKS


asuhan keperawatan pada pasien cidera kepala sedang

A.    Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B.     patofisiologi
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
      Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan  darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
  1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

  1. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.

  1. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
-          Gangguan kesadaran
-          Konfusi
-          Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
-          Tiba-tiba defisit neurologik
-          Perubahan TTV
-          Gangguan penglihatan
-          Disfungsi sensorik
-          lemah otak


C.   
Trauma kepala
 
PATHWAYS








 






























D.    TANDA DAN GEJALA
·         Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
·         Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
·         Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK
·         Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali
·         Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
·         CT Scan
·         Ventrikulografi udara
·         Angiogram
·         Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
·         Ultrasonografi

F.     penatalaksanaan
1.      Air dan Breathing
-          Perhatian adanya apnoe
-          Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
-          Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2.      Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3.      disability (pemeriksaan neurologis)
-          Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
-          Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

G.    pengkajian primer
a.       Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b.      Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus  dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c.       Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d.      Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e.       Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
H.    pengkajian skunder
-          Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
-          Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
-          Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
-          Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
-          Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
-          Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

I.       diagnoasa keperawatan yang muncul
1.      Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
2.      Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3.      Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4.      Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
5.      Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan
6.      Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
7.      Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8.      Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih



J.      rencana keperawatan
1.      Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
-          Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
-          Monitor status neurologis
-          Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
-          Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
-          Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
-          Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2.      Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
-          Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
-          Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
-          Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
-          Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
-          Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
-          Catat pengembangan dada
-          Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
-          Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
-          Lakukan program medik
3.      Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
-          Kaji irama atau pola nafas
-          Kaji bunyi nafas
-          Evaluasi nilai AGD
-          Pantau saturasi oksigen

4.      Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
-          Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
-          Kaji frekuensi pernafasan
-          Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
-          Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
-          Kolaburasi : monitor AGD

5.      Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
-          Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah
-          Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur
-          Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
-          Pasang pagar tempat tidur
-          Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
-          Pertahankan tirah baring

6.      Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
-          Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan
-          Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi
-          Catat makanan yang masuk
-          Kaji cairan gaster, muntahan
-          Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
-          Laksanakan program medik

7.      Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
-          Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
-          Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
-          Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi
READMORE...

askep pioderma

TINJAUAN TEORI

A.  Definisi
Pyoderma adalah infeksi kulit akibat bakteri. Infeksi kulit terjadi saat integritas permukaan kulit telah rusak. Kulit mengalami maserasi akibat pemaparan kronis dari tempat yang lembab, kemudian flora bakteri kulit berubah, sirkulasi di kulit rusak, dan terjadi kerusakan terhadap kekebalan.

B.   Etiologi
Penyebab yang utama ialah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus B hemolitikus.

Faktor Predisposisi 
  1. Higiene yang kurangMenurunnya daya tahan tubuh. Misalnya: kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas, diabetes mellitus
  2. Telah ada penyakit lain di kulit. Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

C.   Klasifikasi
1.     Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
P        Pioderma Sekunder.
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis impetigenisata, scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, kustul, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.
D.  Bentuk Pioderma
  1.      Impetigo 
Impetigo ialah pioderma superfisialis ( terbatas pada epidermis ). Terdapat 2 bentuk ialah impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
Folikulitis
Merupakan radang folikel rambut yang biasanya disebabkan Staphylococcus aureus. 
Furunkel/Karbunkel
Merupakan radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari pada sebuah disebut Furunkulosis, Karbunkel merupakan kumpulan Furunkel. Biasanya disebabkan oleh Stapyhlococcus aureus, keluhan biasanya nyeri.
4.     Ektima
Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi oleh Streptococcus.
5.      Pionika
Radang disekitar kuku oleh piokokus, disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolyticus, biasanya didahului dengan trauma atau infeksi.
6.     Erisipelas
Ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus.
7.     Selulitis
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan laboratoriksama dengan erisipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate yang difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut.
8.     Flegmon
Merupakan selulitisyang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan selulitis hanya ditambah insisi.
9.     Ulkus Piogenik
Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai pus di atasnya. Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman negative-Gram, oleh karena itu perlu dilakukan kultur.

E.   Patofisiologi
Bakteri masuk kedalam folikel rambut sehingga menimbulkan folikulitis yang tampak sebagai nodus kemerahan dan sangat nyeri, pada keadaan yang berat dapat disertai demam, malaise, mual dan muntah. Setelah dua sampai empat hari terjadi proses supurasi dan terbentuk abses yang dapat diketahui dengan terjadinya fluktuasi, ada bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan yang merupakan jaringan nikrotik yang disebut mata bisul (core).
Bila penyebaran bakteri lebih dalam atau lebih luas terjadi selulitis. Pada pasien Diabetes militus furunkel sering kambuh terutama dengan hygiene yang jelek.

F.    Manifestasi Klinis
1.      Benjolan merah di kulit yang membesar dan menjadi bernanah setelah beberapa hari, dan akan pecah dengan sendirinya
2.      Nyeri, berdenyut-denyut
3.      Demam / Panas
4.      Adanya Nodul
5.      Mual, Muntah
6.      Krusta
7.      Gatal-gatal
8.      Radang
9.      Papul dan Prustul
  
G.  Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinanpenyebabnya bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong, invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro.

H.  Penatalaksanaan
1.     Obat Oral
Antibiotika yang lazim digunakan untuk Pioderma, antara lain:
a.       Ampisilin, diminum 4 x 500 mg ( 1 jam sebelum makan ) hingga sembuh.
b.      Amoksisilin, diminum 3 atau 4 x 500 mg sesudah makan.
c.       Eritromisin, diminum 3 atau 4 x 500 mg sesudah makan. Obat ini kadang menimbulkan rasa mual dan rasa tidak nyaman di lambung.
d.      Sefalosporin. Obat golongan ini terdiri dari 4 generasi, dan efektif untuk kuman Gram Positif. Dosis obat bergantung pada masing-masing jenis dan generasi. Generasi I sefalosporin yang kerap digunakan adalah Cefadroxyl.
e.       Klindamisin, diminum 4 x 150 mg sehari. Pada Pioderma yang berat, dosisnya dapat ditingkatkan 4 x 300 mg hingga 4 x 450 mg.
2.     Obat Topikal
Obat Antibiotika Topikal yang sering digunakan pada Pioderma, antara lain: Basitrasin, Neomisin, Mupirosin, dan lain-lain.
Lamanya penggunaan obat bergantung pada jenis dan beratnya Pioderma. Rata-rata berkisar 7-10 hari, kecuali pada Pioderma yang berat dan luas, misalnya Multipel Abses dimana pengobatannya dapat berlangsung hingga beberapa minggu.
Selain itu, dapat juga digunakan kompres Yodium Povidon ( misalnya: Bethadine, Septadine ) sebagai antiseptik dan perawatan Pioderma.
Adapun obat simptomatis ( meredakan keluhan ) dapat digunakan sesuai dengan keluhan yang menyertai Pioderma, misalnya: pereda demam dan pereda nyeri (antipiretik-analgesik), pereda gatal (antihistamin).

TINJAUAN ASKEP

A.  Pengkajian
1.     Data subyektif :
Pasien mengeluh nyeri, badan terasa panas, mual muntah, gatal-gatal pada kulit, terdapat luka pada kulit, tidak bisa tidur/kurang tidur, malu dengan kondisi sakitnya, dan mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
2.     Data obyektif :
Suhu tubuh meningkat melebihi 38 derajat celcius, ekspresi wajah meeringis, menggaruk-garuk di kulit, gelisah tidak bias tidur, menutup diri/menarik diri, porsi makan tidak dihabiskan, kulit tampak lecet/luka, mual-muntah, pasien bertanya tentang penyakitnya

B.   Diagnosa Keperawatan
1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
2.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan lesi kulit
3.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan pruritus
4.      Perubahan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan kulit dan cara menangani kelainan kulit
6.      Resiko penyebaran  infeksi berhubungan dengan infeksi virus
7.      Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
8.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
9.      Ancietas berhubungan dengan adanya pustul pada kulit.

C.   Rencana Keperawatan
1.     Prioritas Keperawatan
a.          Dx1. Nyeri
b.         Dx 2. Kerusakan integritas kulit
c.          Dx 3. Hipertermi
d.         Dx 4. Perubahan pola tidur
e.          Dx 5. Perubahan nutrisi
f.          Dx 6. Perubahan citra tubuh
g.         Dx 7. Ancietas
h.         Dx 8. Kurang pengetahuan
i.           Dx 9. Resiko penyebaran infeksi
2.     Rencana Keperawatan
a.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Hasil yang diharapkan : pasien dapat mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan keperawatan
1)      Kaji/catat ukuran atau warna, kedalaman luka dan kondisi sekitar luka
R/ Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan dan petunjuk tentang sirkulasi
2)      Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi sehari 2 kali
R/ Menjaga kebersihan kulit dan mencegah komplikasi
3)      Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
R/ Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer
4)      Beri nasehat kepada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan pengolesan cream atau lotion
R/ Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas kulit tetap terjaga. Pengolesan cream atau lotion untuk mencegah agar kulit tidak menjadi kasar, retak dan bersisik
5)      Kolaborasi dalam pemberian obat topical
R/ Mencegah atau mengontrol infeksi

b.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan lesi kulit
Hasil yang diharapkan : nyeri terkontrol/teratasi
Rencana tindakan keperawatan :
1)      Kaji skala nyeri
R/ Perubahan karakter, lokasi, intensitas nyeri dapt mengindikasikan komplikasi
2)      Dorong ekspresi, perasaan tentang nyeri
R/ Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan apat meningkatkan mekanisme koping
3)      Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, massage, guiding imajenery
R/ Memfokuskan kembali pehatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis
4)      Berikan aktivitas terapeutik tepat sesuai dengan kondisi dan usia pasien
R/ Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian
5)      Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
R/ Perubahan metode untuk penghilangan nyeri

c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
Hasil yang diharapkan : kebutuhan tidur pasien terpenuhi
Rencana tindakan :
1)      Kaji tingkat tidur pasien
R/ Untuk mengetahui kualitas tidur pasien
2)      Anjurkan pasien untuk menghindari minuman yang mengandung cafein menjelang tidur malam hari
R/ Cafein memiliki efek puncak 2-4 jam sesudah dikonsumsi
3)      Anjurkan pasien untuk melakukan gerak badan secara teratur
R/ Memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilakukan pada sore hari
4)      Anjurkan melakukan hal-hal ritual rutin menjelang tidur
R/ Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tidur
5)      Kolaborasi pemberian obat antihistamin
R/ Memberikan obat diharapkan pasien dapat tidur

d.      Perubahan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
Hasil yang diharapkan : pengembangan peningkatan penerimaan diri
Rencana tindakan keperawatan :
1)      Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan dengan cara terbuka dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami
2)      Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali diri serta mengatasi masalah.
R/ Menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi
3)      Dorong pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain dan Bantu pasien kearah penerimaan diri
R/ Membantu dalam meningkatkan sosialisasi dan penerimaan diri

e.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan kulit dan cara menangani kelainan kulit
Hasil yang diharapkan : pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya, pasien memahami tentang perawatan kulit
Rencana tindakan keperawatan :
1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ Memberikan data dasar untuk mengetahi tingkat pemahaman pasien
2)      Jaga agar pasien mendapat informasi yang benar, memperbaiki kesalahan informasi
R/ Pasien memiliki perasaan ada sesuatu yang mereka perbuat dan merasakan manfaatnya
3)      Beri nasehat kepada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan pengolesan cream atau lotion
R/ Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas kulit tetap terjaga. Pengolesan cream atau lotion untuk mencegah agar kulit tidak menjadi kasar, retak dan bersisik
4)      Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan : obat topical
R/ Memungkinkan pasien untukmemperoleh kesempatan untuk menunjukkan cara yang tepat untuk melakukan terapi

f.       Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan infeksi virus
Hasil yang diharapkan : infeksi tidak terjadi
Rencana tindakan keperawatan :
1)      Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi
R/ Pemberian intruksi yang jelas diperkuat dengan instruksi tertulis
2)      Nasehati pasien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang memperburuk masalah
R/ Reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur yang ada dalam obat tersebut
3)      Berikan terapi antibiotic sesuai instruksi dokter
R/ Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi
4)      Gunakan obat-obat topical yang mengandung koortikosteroid sesuai indikasi
R/ Kortikosteroid memiliki kerja anti inflamasi

g.      Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Hasil yang diharapkan : peningkatan suhu tubuh diatas rentang dermal
Rencana tindakan keperawatan :
1)      Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
R/ Suhu 38,9-41derajat C menunjukkan proses infeksius
2)      Berikan kompres hangat
R/ Membantu mengurangi demam
3)      Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Membantu mengurangi demam
4)      Berikan antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

h.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hasil yang diharapkan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana tindakan keperawatan
1)      Kaji status nutrisi secara kontinu
R/ Memberikan pilihan intervensi
2)      Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan
R/ Memantau kecenderungan dalam penurunan/penambahan berat badan
3)      Dokumentasikan pemasukan oral selama 24 jam
R/ Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan actual
4)      Rujuk pada ahli gizi
R/ Membantu dalam identifikasi defisit nutrisi

Dx9 Ansietas b/d adanya pustul pada kulit                                  
Hasil yang diharapkan : gelisah dan takut pasien berkurang.
Rencana tindakan keperawatan :       
1.      Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
      R/ : pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
2.      Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ : mengurangi kecemasan
3    Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ : memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
4.      Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ : dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan

READMORE...